Cerita Sex Terbaru Mbak siska
Majalah Bokep - Aku yang selama ini hidup di kampung dan berkunjung ke kota metropolitan sungguh sangat beda sekalai ,
di jalan penuh dengan kendaraan dan bising yang bergerak kesana kesini dan benar benar semrawut, semua
orang ingin menang sendiri dan kemacetan merupakan hal yang biasa di kota ini.
Tak heran karenanya para penghuni kota selalu mencari kesempatan untuk refreshing. Melupakan kehidupan
yang begitu penuh dengan persaingan, saling ganjal, saling sikut demi kepentingan pribadi. Mereka ada
yang pergi ke luar kota, ke daerah pegunungan, ke pantai atau ada juga yang datang ke tempat-tempat
hiburan sekedar mendengarkan musik sambil minum-minum bersama teman-temannya.
Setelah hidup tiga bulan di kota ini, aku sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan gaya kehidupan di
sini. Aku pernah juga menyempatkan diri mampir ke sebuah café untuk mencari hiburan hanya sekedar
melepaskan kepenatan keseibukanku sehari-hari.
Aku pun sudah tak berhubungan dengan suamiku lagi setelah kuminta surat cerai darinya, meski kutahu ia
berada di kota tempatku kini tinggal. Terakhir kali kami bertemu di suatu tempat dan ia menyatakan
maaf atas segala perlakuannya selama ini.
Aku memaafkannya dan meminta untuk tidak lagi berhubungan demi kepentingan bersama. Suamiku sebenarnya
masih mencintaiku namun keadaan memang tidak memungkinkan lagi. Ia akhirnya menyatakan selamat tinggal
dan meninggalkan selembar cek bernilai sangat besar. Katanya untuk menunjang kebutuhanku sehari-hari.
Sebelum aku datang ke kota ini, aku sudah mempersiapkan diri untuk mencari kesibukan. Beruntunglah aku
berkenalan dengan seorang wanita pengusaha. Usianya tak jauh berbeda denganku. Orangnya pandai
bergaul, ramah dan pintar.
Namanya Nuraini. Aku memanggilnya Mbak Siska, karena ia memang meminta dipanggil seperti itu. Cantik,
tinggi semampai, tubuhnya montok dan suka berpakaian seksi. Orang bilang tipe ‘Bangkok’. Penampilannya
memang sempurna.
Wanita berkelas. Katanya ia kenal dengan orang-orang penting dikota ini. Pejabat pemerintah,
konglomerat sampai ke jenderal-jenderal dikenalnya dengan baik.
Aku tak tahu bagaimana ia bisa menjalin hubungan dengan mereka. Tapi yang pasti, kalau melihat
penampilannya yang serba ‘wah’, aku percaya dengan pengakuannya itu. Siapa yang tak suka berhubungan
dengan Mbak Siska yang cantik dan seksi itu.
Aku sering berhubungan dengannya dan banyak meminta nasihat, saran berkaitan dengan bisnis di kota ini
yang penuh dengan persaingan ketat. Aku pun mau tak mau harus bisa mengimbangi gaya hidupnya yang
serba aktif, termasuk mengunjungi tempat-tempat hiburan atau lebih dikenal dengan istilah ‘Dugem’.
Sore tadi aku ditelepon Mbak Siska untuk bertemu di sebuah café yang kebetulan tak begitu jauh dari
tempat tinggalku. Katanya aku akan dikenalkan dengan seorang pengusaha besar. Mbak Siska berjanji akan
mengikutsertakan diriku untuk sama-sama mengerjakan proyek besar dari pengusaha ini.
Di telepon dia wanti-wanti agar aku berdandan secantik mungkin, bahkan kalau bisa seseksi mungkin. Aku
tertawa saja mendengar permintaannya itu dan kukatakan ada-ada saja, masa bertemu dengan pengusaha
saja harus berpakaian seksi, kataku polos. Tetapi ketika berangkat aku berpakaian seksi juga pada
akhirnya.
Sebelum keluar pintu rumah, aku masih menyempatkan diri bercermin di depan kaca yang ada di ruang
tamu. Kuperhatikan dandananku agar tak membuat malu Mbak Siska nantinya. Aku cukup puas dengan
penampilanku.
Blouse warna hitam itu sangat cocok sekali dengan warna kulitku yang putih bersih. Melekat ketat
mencetak bentuk tubuhku sehingga memperlihatkan lekukan-lekukannya, terutama di bagian dada.
Payudaraku nampak membusung penuh di balik blouse ketat ini.
Bahkan kancing bagian atasnya sampai susah dimasukan ke dalam lubangnya saking ketatnya. Aku agak
jengah melihat tonjolan dadaku sendiri. Ke bawahnya kupadu dengan rok sebatas lutut. Aku sengaja
memakai rok ini supaya bentuk kakiku yang ramping dan betisku yang indah kelihatan cantik. Aku puas
dengan dandananku.
Setengah jam kemudian aku sudah berada di café itu. Aku celingukan mencari Mbak Siska di tengah
keramaian orang-orang yang berlalu lalang di sana. Agak gugup juga aku berada di sana, mungkin belum
terbiasa dengan kehidupan malam seperti ini meski telah beberapa kali mencobanya.
Selang beberapa menit, aku menemukannya di pojok ruangan café itu tengah duduk berdua dengan seorang
pria. Mbak Siska segera melambaikan tangannya padaku saat kumelangkah ke sana.
“Sini buruan,” panggilnya.
“Nah, kenalin ini teman saya. Cantik khan?” katanya kemudian seraya memperkenalkanku kepada pria di
sampingnya.
“Anna,” ucapku lirih malu-malu sambil menyodorkan tanganku menyambut uluran tangan pria itu.
“Aku Danang,” balasnya segera sambil tersenyum padaku.
Nampaknya pria ini sudah berumur namun penampilannya masih segar, penuh vitalitas, dan juga harum,
dengan wewangian yang terasa aroma maskulinitasnya. Orangnya masih gagah walau sudah berumur. Tubuhnya
pun tinggi, tegap, dan kekar.
Aku dapat merasakannya dari genggaman tangannya yang kuat, dan pemandangan samar bukit dadanya dari
balik kemeja yang dipakainya. Telapak tangannya yang besar menggenggam habis tanganku yang mungil.
Orangnya ramah, berkharisma, dan menarik. Kuperhatikan wajahnya yang cukup tampan itu. Kekagumanku pun
semakin bertambah. Penampilannya benar-benar ‘dandy’. Pakaiannya kelihatan mahal. Cukup meyakinkan
menjadi pengusaha besar.
“Silakan duduk,” ucapnya sopan.
Tempat duduk itu berbentuk setengah lingkaran merapat ke dinding dilengkapi meja di depannya. Tadinya
aku mau duduk paling ujung akan tetapi Mbak Siska menyuruhku bergeser lebih ke dalam agar ada tempat
duduk baginya. Sementara dari ujung sana, Mas Danang, demikian aku memanggilnya karena kulihat ia
sudah berumur, bergeser masuk untuk duduk sehingga praktis aku berada di antara mereka berdua.
Aku lirik Mbak Siska sebagai tanda protes karena posisiku yang terjepit tak ada jalan keluar. Lucunya,
ia malah mengedipkan mata entah apa maksudnya. Sedangkan dari sisi lain, Mas Danang terus merapat
padaku sehingga kurasakan bahu kami saling bersentuhan.
Aku jadi kebingungan oleh keadaan ini. Lagi-lagi Mbak Siska mengedipkan matanya, kali ini sambil
berbisik
“santai aja,” katanya.
Kami mulai mengobrol ngalor ngidul. Tanya ini dan itu diselingi canda gurau antara Mas Danang dengan
Mbak Siska yang agak berbau porno. Kelihatannya mereka sudah akrab betul. Bahkan sekali-sekali Mbak
Siska mencubit lengan Mas Danang sambil tertawa manja, bahkan genit.
Sementara aku yang berada di antara mereka hanya bisa tersenyum serba salah mengikuti canda mereka
yang semakin lama semakin seru. Karena berada di tengah mereka jadi sudah pasti aku terkena sentuhan
mereka saat saling cubit. Bahkan tangan Mas Danang sempat nyerempet buah dadaku yang menonjol terlalu
ke depan saat ia mencubit tangan Mbak Siska.
Dengan refleks, aku memundurkan tubuhku. Mereka nampaknya tidak memperhatikan itu. Sepertinya aku ini
tidak ada. Sebenarnya aku mulai tak nyaman dengan keadaan ini, kalau saja Mas Danang kemudian tidak
mengajakku turut dalam obrolan mereka.
Ia memang tipe pria yang romantis melihat dari tutur katanya. Tenang, kalem, penuh canda diselingi
pujian yang terdengar tidak gombal. Bahkan membuat wanita merasa tersanjung. Obrolan kami semakin seru
saja, apalagi setelah minuman pesanan kami tiba.
Aku ikut-ikutan meneguk minuman seperti mereka, meski sebenarnya tak tahu jenis apa minuman itu, yang
pasti terasa panas di tenggorakan. Aku tak ingin disebut kampungan. Aku tak mau dibilang ‘norak’.
Kemudian kami mulai berbicara serius.
Membicarakan bisnis kami. Mas Danang semakin merapat, bahkan wajahnya menjulur persis di depanku saat
bicara pada Mbak Siska. Tercium aroma after shave nya. Aroma rempah-rempah. Aroma khas laki-laki
jantan! Ehm.., aku mulai ngaco.
“Aku setuju saja dengan usulan Mbak Siska. Tapi engh.., gimana dengan Mbak Anna sendiri? Apa dia
setuju dengan usulan saya?” demikian kata Mas Danang seraya mengerling genit padaku.
Kurasakan duduknya semakin mepet padaku. Aku tak mengerti maksud perkataan itu. Aku segera menoleh ke
arah Mbak Siska seakan minta pertolongan apa yang harus kukatakan. Mbak Siska langsung berbisik padaku
bahwa ia setuju dengan penawaran harga atas proyek bernilai ratusan milyar itu asal aku dan Mbak Siska
mau bersenang-senang dengannya.
“Maksud Mbak?” bisikku semakin bingung.
Ia tak menjawab bahkan ia langsung mengiyakan pada Mas Danang tanpa meminta pendapatku dahulu. Kulihat
Mas Danang langsung tersenyum senang mendengar jawaban itu.
“Nah itu baru rekan bisnis yang jempolan,” katanya seraya menjawil daguku dengan gemas.
“Ayo kita rayakan kerjasama ini,” belum sempat aku protes apa yang mereka sepakati, tiba-tiba Mbak
Siska langsung meraih gelas dan mengacungkannya ke atas meja disambut oleh acungan gelas Mas Danang.
Mereka melirik padaku. Menunggu reaksiku. Aku sepertinya telah terjebak. Tak ada lagi yang bisa
kupebuat kecuali mengikuti ajakan mereka.
Kami sama-sama meneguk minuman dalam gelas sampai habis. Minuman itu langsung kutelan. Terasa panas di
tenggorokan. Bahkan tubuhku mulai terasa hangat. Kepalaku terasa agak melayang. Apa aku ini sudah
mabok?
Mereka terlihat gembira sekali sambil bernyanyi-nyanyi mengikuti lagu yang dimainkan oleh sebuah grup
musik di panggung café. Minuman dalam gelasku sudah terisi penuh kembali. Baik Mas Danang maupun Mbak
Siska memintaku untuk menghabiskannya.
Kuturuti permintaan mereka. Aku pun ingin bersenang-senang seperti mereka mengikuti suasana hingar
bingar musik. Kulihat penyanyi wanita di panggung meliuk-liukan tubuhnya dengan gerakan erotis
mengikuti irama musik padang pasir yang dimainkan grup musik.
Persis seperti penari ular. Suasana semakin heboh. Pengunjung lain, pria, wanita mulai ikut-ikutan
berjoget. Ada yang berpelukan, bahkan berciuman. Mereka tak malu melakukan itu di depan umum.
Suasana ini melanda di meja tempat kami. Mbak Siska tanpa diduga menyodorkan wajahnya persis didepan
mukaku dan disambut oleh Mas Danang dengan ciuman di bibirnya. Aku terpana melihat aksi mereka di
depanku.
Mereka asyik berciuman. Saling mengulum. Seolah aku tak hadir di depannya. Sungguh gila kehidupan di
kota ini. Aku tak menyangka akan sejauh ini. Begitu bebas. Ciuman mereka nampaknya semakin memanas.
Pandanganku semakin kabur. Mungkin minuman yang kuteguk tadi mulai mempengaruhiku. Tubuhku terasa
kelu. Dan entah kenapa pemandangan di depanku membuat diriku bergairah. Kulihat mereka asyik sekali
berciuman. Membuatku iri.
Entah bermimpi atau tidak, kurasakan sesuatu bergerak di bawah meja. Meraba-raba lututku dan merayap
perlahan, menelusup ke balik rokku, menggerayangi pahaku. Kutahu itu tangan Mas Danang. Aku tercekat.
Kurang ajar lelaki ini! kutukku dalam hati.
Pura-pura berciuman dengan wanita lain sementara tangannya menggerayang nakal di atas pahaku.
Kutepiskan tangan itu dari balik rokku. Mas Danang hanya mengerlingkan matanya padaku sementara
bibirnya tak pernah lepas dari bibir Mbak Siska. Gila semua! Pekikku dalam hati mengutuk perbuatan
mereka.
Kelihatannya Mbak Siska tahu apa yang dilakukan Mas Danang tehadapku. Ia tersenyum padaku sambil
menganggukan kepala. Entah apa maksudnya. Kemudian kurasakan kembali gerayangan di atas pahaku, namun
kali ini bukan hanya dari sisi kiriku tetapi juga dari sisi kanan tempat Mbak Siska.
Oh.. dunia ini semakin kacau! Masa Mbak Siska pun berselera kepadaku sesama perempuan? Aku sepertinya
terpesona oleh gerayangan tangan Mbak Siska yang begitu lembut dan mesra. Aku tak berani menepis
tangannya yang semakin naik menuju pangkal pahaku.
Mereka menghentikan ciumannya dan melirik bersama-sama kepadaku. Aku balas memandang tatapan mereka.
Kulihat kilatan bola mata mereka memancarkan gairah. Tiba-tiba saja, mereka mencium pipiku dari
kanan-kiri.
Aku berteriak memprotes perbuatan mereka. Teriakanku nampaknya tenggelam di tengah kegaduhan musik di
café itu. Tamu-tamu lain pun tak ada yang memperhatikan perbuatan kami. Mereka sibuk dengan
keasyikannya masing-masing.
Kurasakan gerayangan tangan mereka semakin nakal, terutama tangan Mbak Siska yang mulai menarik celana
dalamku. Aku tercekat dan tubuhku terlonjak. Saat itulah dengan mudahnya, Mbak Siska memelorotkan
celana dalamku hingga turun sampai ke lututku. Aku berteriak
“Mbak.. apa-apaan?!”
Mbak Siska tak berkomentar malah terus menciumi pipiku dan bergeser ke bibirku. Aku benar-benar
kelabakan dikeroyok mereka. Mas Danang tak tinggal diam. Bibirnya menciumi leherku dari samping kiri
sementara tangannya yang lain meraba-raba dadaku. Aku ingin menangis rasanya diperlakukan seperti ini
di muka umum.
Tetapi harus kuakui, mereka memang benar-benar lihai memperlakukanku. Penuh kelembutan. Tak ada
pemaksaan. Hanya aku saja yang tidak berani berontak. Tenagaku sepertinya hilang entah kemana.
Tubuhku terasa lunglai. Pengaruh minuman itu semakin terasa menguasai pikiran jernihku. Cumbuan hangat
mereka membuat tubuhku serasa terbakar. Aku mulai terbuai, terpesona oleh perasaanku sendiri. Apalagi
Mas Danang tak henti-hentinya membisikan rayuan dan pujian di telingaku.
“Kamu cantik sekali sayang.., tubuhmu benar-benar seksi.. sangat merangsang..” rayunya seraya mencopot
kancing blouseku untuk kemudian menelusupkan tangannya ke dalam.
Menggerayangi buah dadaku yang masih tertutup kutang. Diremasnya dengan lembut. Kurasakan jemari
tangannya mengelus-elus kulit bagian atas dadaku yang terbuka untuk kemudian menelusup ke balik
kutangku. Tanpa sadar aku melenguh.
Aku mulaui terbawa arus permainan mereka. Gairahku kembali muncul setelah cukup lama terpendam sejak
perselingkuhanku dengan Kang Hendi beberapa bulan yang lalu. Bergelora penuh gairah. Tubuhku
berdenyut-denyut oleh nafsu birahiku sendiri.
Darahku berdesir kencang, terlebih saat tangan Mbak Siska mengelus-elus bibir kemaluanku. Kurasakan
daerah itu mulai basah. Aku merasakan sesuatu yang lain dari sentuhan tangan Mbak Siska. Sepertinya ia
tahu persis titik-titik kenikmatan di daerah itu. Benar-benar indah, sampai-sampai aku tak sadar
mengerang lirih sambil memanggil namannya.
“Ya sayang..” jawabnya dengan lirih pula. Terdengar nafasnya mulai tersengal-sengal. Ia lalu berbisik
padaku untuk mencari tempat yang lebih leluasa dan kemudian disetujui oleh Mas Danang.
Aku sudah tak perduli mau dibawa kemana dan aku tak ingat bagaimana ia membawaku karena begitu mataku
terbuka aku sudah berada di atas ranjang empuk di dalam kamar yang dipenuhi oleh berbagai peralatan
mewah. Lampu yang bersinar temaram menolong pandangan mataku untuk melihat ke sekeliling.
Kulihat disamping ranjang Mas Danang tengah membantu Mbak Siska melepaskan pakaiannya. Dengan refleks,
aku melihat kepada diriku sendiri dan menarik nafas lega ketika kutahu pakaianku masih lengkap
menempel di tubuhku,
Hanya saja kancing blouseku sudah terlepas beberapa buah sementara rokku tersingkap memperlihatkan
kemulusan pahaku. Sedangkan kedua kakiku menekuk sebatas lutut sehingga dari arah mereka dapat
terlihat bagian dalam ujung pangkal pahaku yang masih tertutup celana dalam.
Aku menonton adegan mereka. Pakaian Mbak Siska sudah terlepas semuanya. Dalam hati aku mengagumi
keindahan tubuhnya yang sudah telanjang bulat itu. Buah dadanya tak sebear milikku tapi memiliki
bentuk yang indah dan nampak lebih membusung karena tubuhnya lebih kecil dibandingkan diriku.
Pinggulnya membentuk lekukan sempurna diimbangi oleh buah pantatnya yang bulat penuh. Perutnya rata.
Selangkangannya dipenuhi oleh rambut hitam legam yang begitu rimbun. Sangat kontras dengan warna
kulitnya yang putih bersih. Aku merasakan keanehan dalam getaran tubuhku saat memandang tubuh Mbak
Siska.
Jantungku berdegub semakin kencang melihat aksi Mbak Siska mencium Mas Danang dengan penuh gairah.
Kedua tangannya bergerak cekatan mempreteli baju dan celana Mas Danang. Tontonan ini semakin
mendebarkan.
Gairahku terpancing melihat tubuh Mas Danang yang masih oke walau sudah tua. Kemaluanku semakin
berdenyut-denyut melihat tangan Mbak Siska menelusup ke balik celana Mas Danang sambil memperlihatkan
ekspresi kaget di wajahnya.
Aku semakin penasaran oleh apa yang telah ditemukannya. Ia melirik padaku yang tergolek di ranjang
sambil memperlihatkan ekspresi wajah penuh kekaguman. Tanpa sadar, aku bangkit untuk melihatnya.
Aku jadi penasaran melihat Mbak Siska seperti sengaja menyembunyikannya dari pandanganku. Aku baru
terpekik kaget begitu Mbak Siska sambil menyeringai senang mengeluarkan sesuatu dari balik celana Mas
Danang dalam genggaman kedua tangannya.
Dari balik celana Mas Danang keluar batang kemaluannya yang sudah kencang dengan ukuran yang luar
biasa. Panjang dan besar! Padahal kedua tangan Mbak Siska sudah menggengamnya penuh tapi masih
terlihat sisa beberapa senti di atasnya.
Panjang sekali! Mbak Siska tersenyum senang seperti anak kecil mendapatkan mainan. Mengocoknya naik
turun sambil melambai-lambaikan batang itu ke arahku. Seolah ingin memperlihatkan kepadaku betapa
senangnya ia mendapatkan batang kont0l sebesar itu.
Aku hanya bisa menelan ludah sendiri menyaksikan semua itu. Sementara kulihat Mas Danang mengerling
padaku sambil tersenyum bangga dengan apa yang dimilikinya. Aku balas tatapan itu dengan menjilati
bibir dengan lidahku.
Kuingin ia tahu betapa besarnya keinginanku untuk menjilatinya. Kulihat bola matanya berbinar melihat
aksi genitku yang membuatnya bergairah. Kelihatannya ia ingin segera meloncat ke atas ranjang tempatku
berbaring dengan posisi yang menggairahkan.
Tetapi Mbak Siska menahannya di sana. Wanita itu langsung berjongkok di hadapan Mas Danang dan
menjilati batang itu dengan penuh nafsu. Kepala Mas Danang menoleh ke belakang sambil mengerang
kenikmatan merasakan jilatan lihai lidah Mbak Siska di sekujur batangnya.
Dari bawah naik ke atas, mengulum-ngulum kepalanya untuk kemudian turun kembali ke bawah menjilati
buah pelernya. Kepalaku terasa pening melihat aksi Mbak Siska.
Nafsuku mulai terasa di ubun-ubun. Aku diam di ranjang melihat permainan mereka sambil meremas-remas
dadaku sendiri. Aksiku menarik perhatian Mas Danang. Tangannya mencoba menggapai ke arahku namun tak
sampai.
Aku sengaja membusungkan dadaku memndekati ujung tangannya yang hanya tinggal beberapa senti lagi.
Jemarinya mencoba meraih tetapi tetap tak sampai. Aku tersenyum menggoda. Aku ingin Mas Danang
terangsang oleh godaanku. Jemariku mencopot kancing blouse satu per satu sambil menatap penuh gairah
kepadanya.
“Ooohh.. luar biasa.. ngghh..” erangnya merasakan kenikmatan dan rangsangan yang diberikan oleh dua
orang perempuan cantik nan seksi sekaligus.
Mbak Siska semakin semangat dengan aksinya. Mulutnya sudah penuh dengan batang kont0l Mas Danang.
Dihisap-hisap. Dikulum-kulum dengan penuh kenikmatan. Aku iri melihatnya. Aku lalu bangkit dari
ranjang dan menghampiri mereka.
Kupeluk tubuh Mas Danang dari belakang. Menciumi bahu dan punggungnya yang kokoh, sementara kedua
tanganku menggapai ke atas dadanya yang berotot. Aku bisa merasakan dadanya yang dipenuhi bulu-bulu
halus.
Spontan saja aku langsung mengelus-elusnya. Kemudian tanganku bergerak merambahi lengan Mas Rudi.
Lengan itu terasa begitu kencang, dengan otot-ototnya yang bersembulan. Kuelus dan kumainkan bisepnya
yang tebal dan padat itu.
Wajah Mas Danang menoleh ke samping mencari-cari bibirku untuk dikulum. Aku sengaja menghindar.
Menggodanya. Ia semakin terangsang. Kubiarkan saja seperti itu. Tanganku pun merayap ke arah perutnya.
Meski sudah berumur tetapi perutnya tidak buncit, sama dengan bagian tubuhnya yang lain, tampak kokoh
dengan otot-ototnya yang keras dan pejal. Ia nampaknya rajin berolah raga sehingga masih memiliki
tubuh seperti model pria di majalah kebugaran.
Kurasakan perutnya bergetar hebat mengikuti rayapan nakal jemariku. Kupermainkan bulu-bulu lebat di
seputar selangkangannya. Aku sengaja tidak meraba batang kont0lnya yang tengah dikulum Mbak Siska
meski kutahu pasti ia sangat menginginkan sentuhan tanganku pada batangnya.
Kudengar ia melenguh memanggil namaku. Ia rupanya tersiksa oleh godaanku. Aku tersenyum penuh
kemenangan. Entah kenapa dalam lubuk hatiku, aku ingin memberinya lebih dari apa yang diberikan Mbak
Siska pada Mas Danang saat itu. Inilah mungkin persaingan di antara wanita yang tak pernah disadari
oleh kaumku.
Aku lalu berpindah ke depan mereka diiringi tatapan Mas Danang yang begitu penasaran dengan apa yang
akan kulakukan. Aku ikut berjongkok di belakang Mbak Siska. Kupeluk wanita itu dari belakang. Mbak
Siska menoleh sebentar untuk kemudian meneruskan kulumannya.
Kudengar ia merintih saat tanganku memeluk buah dadanya. Kuremas dengan lembut sambil memilin
putingnya yang sudah mengacung keras. Aksiku tak pernah luput dari pandangan Mas Danang. Kuciumi
punggung Mbak Siska.
Sekali-sekali kugigit perlahan. Ia mengaduh. Tapi nampaknya tidak merasa kesakitan malah sebaliknya.
Ia terangsang karena kurasakan putingnya semakin mengeras.
Tanganku merayap lebih jauh. Turun ke bawah menelusuri permukaan perutnya. Lalu mengelus-elus bulu
kemaluannya. Jemariku segera menelusuri garis bibir kemaluannya. Mbak Siska melenguh merasakan
permainan jemariku.
Ia sudah basah. Jemariku merasakan daerah itu sudah sangat licin sehingga dengan mudah telunjuk jariku
melesak ke dalam liangnya. Kutekan perlahan. Jemariku bergerak keluar masuk untuk kemudian menusuk
lebih dalam.
Pinggul Mbak Siska bergoyang seperti gerakan bersenggama mengimbangi tusukan jariku. Kugeser-geser
dadaku ke atas punggungnya. Buah dadaku terasa semakin membusung oleh desakan nafsu birahi.
Meski masih terhalang oleh pakaian, namun terasa hingga ke hatiku. Aku ikut-ikutan melenguh menimpali
erangan Mbak Siska yang tengah disetubuhi oleh jariku. Kupermainkan kelentitnya. Aku tahu persis
kelemahannya, tahu mana titik-titik yang bisa membuatnya mem3kik penuh kenikmatan. Sama persis seperti
yang ada di tubuhku. Karena kami sama-sama wanita.
Mas Danang terperangah dengan aksi kami berdua di bawah. Pemandangan dihadapannya semakin membuat Mas
Danang terangsang hebat. Mungkin baru kali ini ia bercinta dengan dua wanita sekaligus dan tak pernah
membayangkan akan demikian dahsyat rangsangan yang dirasakannya.
“Oh.. kalian berdua sungguh luar biasa..” katanya dengan suara tersengal.
“Ayolah kita pindah ke ranjang. Aku sudah tak kuat lagi.. ngghh..” pintanya kemudian.
Kami lalu berpindah ke ranjang. Mas Danang mengambil posisi telentang, sementara aku berbaring di
sampingnya sambil berciuman dengannya. Mbak Siska rupanya belum mau melepaskan kuluman pada kont0lnya.
Ia masih asyik mengemot-emot batang itu.
Kedua tangannya tak pernah berhenti mengocok. Luar biasa pertahanan Mas Danang. Ia belum
memperlihatkan tanda-tanda akan mencapai puncaknya. Padahal Mbak Siska sudah mengeluarkan semua
kemampuannya menghisap kont0l itu. Ia penasaran sekali.
Aku dan Mas Danang kembali berciuman. Kurasakan tangan kekarnya bergerak lincah mempreteli kancing
blouseku hingga terlepas. Ia lalu meraih kaitan kutang di punggungku dan melepaskannya. Mas Danang
melenguh penuh kekaguman begitu kedua buah dadaku yang membusung penuh tumpah dari kutangku. Kedua
tangannya segera menangkap buah dadaku.
Meremas-remas seraya berkata betapa kenyal dan montoknya buah dadaku. Ia tak berhnti memuji-muji
kecantikan tubuhku. Bibir langsung berpindah ke atas payudaraku. Menciumi keduanya dan menjilat-jilat
putingku. Aku meringis keenakan menghadapi lumatan pada putingku. Tangannya meraih tanganku untuk
dibimbing ke arah kont0lnya.
Mbak Siska lalu melepaskan kulumannya dan membiarkan aku menggenggam kont0lnya. Ia bangkit dan
mengambil posisi jongkok mengangkangi Mas Danang. Liang mem3knya persis di atas kont0l yang tengah
kupegang. Kuacungkan persis menempel di mulut liangnya. Aku melirik ke arah Mbak Siska dan memberi
tanda supaya menurunkan tubuhnya. Mbak Siska melenguh panjang saat ujung kepalanya menerobos masuk
bibir kemaluannya.
“Oohh.. gedee.. bangeett.. uugghh.. enaakkhh..!” rintih Mbak Siska penuh kenikmatan.
Kulihat batang yang lebih besar dari pergelangan tanganku itu melesak ke dalam liang Mbak Siska yang
sempit. Batang itu baru masuk setengahnya. Mbak Siska sudah kelihatan gelagapan. Kelihatannya tak akan
muat.
Mbak Siska menggoyang-goyang pantatnya sambil bergerak turun naik. Sedikit demi sedikit gerakan itu
membantu batang Mas Danang masuk lebih dalam lagi. Mbak Siska baru menjerit lega setelah merasakan
batang itu masuk seluruhnya.
Dia tampak puas bisa membenamkan seluruhnya. Setelah itu ia beergerak naik turun. Telihat lambat
sekali. Ketika naik rasanya tidak sampai-sampai ke ujungnya. Begitu pula saat turun. Terasa lama
sekali baru mentok hingga ke dasarnya.
Aku terpesona melihatnya sambil berpikir apakah liangku mampu menerimanya. Aku tak bisa berpikir lama
karena tangan Mas Danang bergerak semakin nakal. Rokku telah dipelorotkannya sekaligus dengan celana
dalamku.
Aku kini sudah telanjang bulat seperti mereka berdua. Kurasakan jemari besar dan lembut Mas Danang
menusuk-nusuk liang mem3kku. Mulutnya tak pernah berhenti mengemoti puting susuku. Kenikmatan di dua
tempat ini benar-benar luar biasa.
Rangsangan dahsyat menyebar ke sekujur tubuhku. Cairan pelumas dari liang mem3kku semakin membanjir
sehingga memperlancar laju keluar masuk tusukan jari Mas Danang. Menyentuh seluruh relung vaginaku.
Kelentitku dipermainkan sedemikian rupa. Tubuhku terlonjak-lonjak saking keenakan. Pinggulku
bergoyang, berputar dan bergerak maju mundur mengikuti irama tusukannya.
“Ganti posisi Mbak..” kata Mas Danang tiba-tiba.
Ia bangkit sembari menurunkan tubuh Mbak Siska yang tengah asyik menungganginya.
Kulihat Mbak Siska sepertinya tahu apa keinginan Mas Danang. Ia langsung mengambil posisi merangkak di
atas ranjang, bertumpu pada kedua lututnya yang ditekuk sementara pantatnya menungging ke atas.
Mas Danang mengambil posisi di belakangnya. Ia tekan punggung Mbak Siska sehingga wajahnya menyentuh
ranjang. Pantatnya yang bulat penuh itu semakin menungging. Mas Danang bergumam tak jelas sambil
menatap penuh nafsu liang mem3k Mbak Siska yang sudah menganga lebar dari bagian belakangnya.
Mas Danang memegangi kont0lnya dan diarahkan ke liang itu. Tubuhnya segera didorong ke depan. Mbak
Siska melenguh seperti sapi yang sedang diperah. Mulutnya menganga sambil mengaduh karena merasakan
liangnya dijejali benda keras, panjang dan besar milik Mas Danang.
Aku iri melihat kenikmatan yang diperolehnya. Aku diam tak bergerak menyaksikan persetubuhan mereka.
Nafsuku semakin memuncak. Kedua tanganku dengan refleks meremas buah dadaku sendiri. Mas Danang
melihat perbuatanku. Ia menyuruhku untuk bergabung. Mbak Siska segera menarik tubuhku hingga telentang
persis di bawahnya.
Kedua kakiku dibukanya lebar-lebar kemudian wajah Mbak Siska mendekati pangkal pahaku. Aku berdebar
menantikannya. Kemudian kurasakan jilatan lidahnya di bibir kemaluanku. Tubuhku bergetar hebat. Luar
biasa! Baru kali ini aku merasakan lidah perempuan menjilati mem3kku.
Tubuhku meggeliat-geliat antara geli dan nikmat. Mbak Siska memang luar biasa. Ia lihai sekali
memberikan rangsangan padaku. Lidahnya menjilat-jilat kelentitku.
Pantatku terangkat tinggi-tinggi begitu kurasakan desakan hebat dari dalam tubuhku. Begitu kencang dan
kuat hingga aku tak dapat menahannya. Aku menjerit lirih sambil menggigit bibirku sendiri.
Semburan demi semburan memancar dari liang mem3kku. Aku mencapai puncak kenikmatan hanya dalam
beberapa kali jilatan saja. Kulihat ke bawah wajah Mbak Siska semakin terbenam di antara
selangkanganku. Mulutnya mengecup-ngecup cairan yang meleleh dari liangku. Menghirupnya dalam-dalam.
Ia dengan penuh gairah membersihkan ceceran cairanku di sekitar kemaluanku.
“Oohh.. Mbak Siskai.. ngghh.. mmppffhh..” rintihku sambil menjambak rambutnya dan menekan kepalanya ke
dalam selangkanganku.
Sementara di belakang sana, Mas Danang dengan gagahnya menghujamkan senjata terus menerus. Pinggulnya
meliuk-liuk dan bergerak maju mundur dengan kecepatan penuh. Mbak Siska sampai kelabakan mengimbangi
keperkasaan pria tua yang jantan itu.
Selang beberapa detik kemudian Mbak Siska melenguh panjang. Tubuhnya berkelojotan. Nampaknya ia pun
sudah mencapai puncak kenikmatannya sendiri. Tubuhnya langsung lunglai dan terjatuh di sampingku. Aku
segera menghujaninya dengan ciuman.
Bibirnya kukulum. Buah dadanya kuremas-remas. Lenguhannya bertambah keras bahkan setengah menjerit. Ia
balas memeluk tubuhku. Mengerayangi buah dadaku. Memilin-milin putingku.
Aku merasakan gairahku muncul kembali. Kami bergumul dengan panasnya. Aku melirik ke arah Mas Danang
yang terpana menyaksikan aksi kami. Batang kont0lnya nampak masih keras, mengacung dengan gagahnya.
Aku biarkan dia menonton kami. Perhatianku tersita semuanya oleh cumbuan Mbak Siska. Tubuhku menyambut
hangat kecupan panasnya. Aku sudah tidak lagi memperhatikan Mas Danang.
Aku tak pernah menyangka bahwa Mbak Siska memiliki kecenderungan untuk bercinta dengan sesama
perempuan pula selain dengan lelaki. Bi-sex, kata orang. Aku pun sebenarnya tak pernah berpikir akan
bercinta dengan sesama perempuan dan tak pernah membayangkan akan kenikmatannya.
Ternyata rasanya memang lain dari pada yang lain. Aku tak kalah hangatnya menyambut cumbuan Mbak
Siska. Dadaku seakan mau meledak oleh rangsangan hebat yang bergolak dalam tubuhku. Bibir Mbak Siska
terus-terusan menghisap puting susuku. Aku menggeliat-geliat saking enaknya.
Kenikmatanku semakin betambah saat kurasakan bibir kemaluanku digesek-gesek oleh moncong kepala kont0l
Mas Danang yang mulai ikut bergabung dengan kami. Ya ampun! Aku berteriak dalan hati saking keenakan.
Mana pernah kualami kenikmatan luar biasa seperti yang sedang kurasakan saat ini.
“Auuww!” aku merintih saat merasakan kont0l Mas Danang menyeruak di antara bibir kemaluanku yang masih
rapat.
Rasanya membuatku tersedak dijejali kont0l sebesar itu. Kubuka kedua kakiku lebar-lebar untuk
memberikan jalan padanya. Pinggulku berkutat agar kont0l itu masuk seluruhnya.
Aku bisa menarik nafas lega melihat Mas Danang mulai lancar menggoyang pantatnya. Ruang vaginaku
terasa penuh. Gesekan urat-urat batang Mas Danang sampai terasa ke ulu hati. Ujung kepalanya
menyodok-nyodok bagian terdalam vaginaku.
Aku sampai kehabisan nafas mengimbangi goyangan Mas Danang. Ia benar-benar perkasa. Aku takluk
padanya. Tubuhku serasa dipanggang oleh kont0l panjangnya. Otot-otot vaginaku kukedut-kedut. Mas
Danang mengerang merasakan kenikmatan kedutanku menghisap-hisap kont0lnya. Baru tahu rasa sekarang,
ujarku dalam hati. Akan kubikin KO dia, ancamku dalam hati dengan gemas.
Kuingin ia segera menyemprotkan air maninya dalam vaginaku. Kuingin merasakan kekuatan semprotannya.
Kuingin ia tumbang dalam pelukannku. Aku bergoyang sekuat tenaga. Kupelintir batang kont0lnya dalam
mem3kku.
Kulihat Mas Danang megap-megap. Aku semakin bersemangat. Pinggulku berputar seperti gasing. Meliuk-
liuk liar. Kurasakan tubuhnya mulai berkelojotan. Aku sudah tak memperhatikan Mbak Siska yang sibuk
mencumbui tubuhku. Aku lebih berkonsentrasi untuk membuat Mas Danang mencapai orgasme secepatnya.
Upayaku belum juga memperlihatkan hasil. Mas Danang nampak masih perkasa menggenjotku. Belum terlihat
tanda-tanda ia akan orgasme. Aku semakin frustrasi melihatnya, karena lama kelamaan aku sendiri yang
kewalahan.
Aku sudah merasakan desiran kuat dalam tubuhku. Aku panik oleh gejolakku sendiri. Kucoba bertahan
sekuat mungkin, tetapi batang kont0l Mas Danang masih terus menusuk-nusuk dengan cepatnya.
Gesekan kulit batangnya yang keras dan gerinjal urat-uratnya pada kelentitku, membuat pertahananku
jebol paad akhirnya. Aku berteriak sekuat tenaga saat aliran deras menyembur dari dalam diriku. Aku
menyerah, pasrah dan membiarkan otot-ototku melemas, melepaskan orgasmeku yang meledak-ledak.
“Masukiinn.. semuaannyaa..!” Jeritku seraya menarik pantat Mas Danang ke dalam selangkanganku sehingga
kont0lnya melesak masuk seluruhnya.
Kurasakan semburan demi semburan memancar dari dalam liangku. Sementara Mbak Siska mengelus-elus
wajahku seolah sedang menenangkan diriku yang tengah menghadapi amukan kobaran api birahi.
Aku baru bisa mengambil nafas lega beberapa menit kemudian. Tulang-tulangku serasa pada copot. Aku
terkulai lemas. Tenagaku terkuras habis dalam pertempuran tadi.
Mas Danang lalu mencabut batangnya dari liangku. Ia nampak masih perkasa, mengacung gagah. Kepalanya
mengkilat karena cairan milikku. Mbak Siska menoleh ke arahnya, kemudian kepadaku sepertinya meminta
bantuanku untuk ‘mengeroyok’ lelaki yang telah membuat kami berdua luluh lantak.
Aku mengangguk dan segera bangkit menghampiri Mas Danang. Kutarik tubuh atletisnya yang sudah licin
karena keringatnya, supaya berbaring telentang di ranjang. Bibirku langsung menyerbu daerah
selangkangannya.
Aku sudah tak sabar ingin melumat batang kont0lnya. Kuselomoti dengan rakus hingga terdengar suara
kecipakan air liurku. Sementara Mbak Siska memulai cumbuannya di bagian dadanya. Menjilati puting
susunya yang besar. Menyusur terus ke bawah dan bergabung denganku menggumuli batangnya.
“Ouuhh.. sedaapp..” Pekik Mas Danang melihat dua perempuan cantik saling berebut menciumi kont0lnya.
Mbak Siska kebagian ujung kepalanya, sementara aku menjilati batang dan buah pelernya. Kami berdua
saling berlomba memberikan kenikmatan kepada Mas Danang. Kami kemudian bergiliran. Aku bagian atas,
Mbak Siska bagian bawah.
Seterusnya bergantian sampai beberapa menit lamanya. Ketika kami merasakan Mas Danang menggelinjang
dan mengerang seperti menahan sesuatu, secara berbarengan mulut kami menciumi moncong kont0lnya dari
samping. Kedua tangan kami mengocok batangnya
“Ouuhh.. saa.. yaa.. ke.. ke.. kelu..” belum sempat ucapannya berakhir, nampak cairan kental dan
hangat menyemprot keras dari moncongnya.
Tubuhnya menghentak-hentak seiring dengan semburan air maninya yang tak henti-henti muncrat. Wajah
kami belepotan disirami air maninya yang keluar begitu banyak. Mbak Siska menghisap terus dengan
rakusnya. Lidahnya menjilat-jilat sampai bersih batang itu dari ceceran air maninya. Sedangkan aku
mengocoknya seakan mau memeras kont0l itu hingga habis cairannya.
Setelah membersihkan cipratan air mani di wajah, lalu kami menjatuhkan diri di kiri dan kanan tubuh
Mas Danang sambil memeluknya. Kami benar-benar kecapaian. Mata terasa berat karena kantuk. Samar-samar
kudengar Mas Danang berkata,
“Kalian memang luar biasa. Saya benar-benar puas bersama kalian..”
Kami tak tahu apa lagi yang dibicarakannya karena sudah terbang melayang dalam mimpi indah. Senyum
kepuasan tersungging dari bibirku dan Mbak Siska. Pengalaman yang sungguh tiada duanya….-
Terimakasih Atas Kunjungan Anda.Jangan Lupa Selalu Berkunjung Kembali
supaya tidak ketinggalan Cerita cerita Dewasa Terbaru.
Jika Kamu Menyukai Postingan Ini, Share Ke Teman-Temanmu Di Facebook ya Pulsker!
CERITA SEX DEWASA | CERITA SEX TERBARU | CERITA SEX HOT | NONTON BOKEP
www.LayarLendir.com |
Majalah Bokep - Aku yang selama ini hidup di kampung dan berkunjung ke kota metropolitan sungguh sangat beda sekalai ,
di jalan penuh dengan kendaraan dan bising yang bergerak kesana kesini dan benar benar semrawut, semua
orang ingin menang sendiri dan kemacetan merupakan hal yang biasa di kota ini.
Tak heran karenanya para penghuni kota selalu mencari kesempatan untuk refreshing. Melupakan kehidupan
yang begitu penuh dengan persaingan, saling ganjal, saling sikut demi kepentingan pribadi. Mereka ada
yang pergi ke luar kota, ke daerah pegunungan, ke pantai atau ada juga yang datang ke tempat-tempat
hiburan sekedar mendengarkan musik sambil minum-minum bersama teman-temannya.
Setelah hidup tiga bulan di kota ini, aku sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan gaya kehidupan di
sini. Aku pernah juga menyempatkan diri mampir ke sebuah café untuk mencari hiburan hanya sekedar
melepaskan kepenatan keseibukanku sehari-hari.
Aku pun sudah tak berhubungan dengan suamiku lagi setelah kuminta surat cerai darinya, meski kutahu ia
berada di kota tempatku kini tinggal. Terakhir kali kami bertemu di suatu tempat dan ia menyatakan
maaf atas segala perlakuannya selama ini.
Aku memaafkannya dan meminta untuk tidak lagi berhubungan demi kepentingan bersama. Suamiku sebenarnya
masih mencintaiku namun keadaan memang tidak memungkinkan lagi. Ia akhirnya menyatakan selamat tinggal
dan meninggalkan selembar cek bernilai sangat besar. Katanya untuk menunjang kebutuhanku sehari-hari.
Sebelum aku datang ke kota ini, aku sudah mempersiapkan diri untuk mencari kesibukan. Beruntunglah aku
berkenalan dengan seorang wanita pengusaha. Usianya tak jauh berbeda denganku. Orangnya pandai
bergaul, ramah dan pintar.
Namanya Nuraini. Aku memanggilnya Mbak Siska, karena ia memang meminta dipanggil seperti itu. Cantik,
tinggi semampai, tubuhnya montok dan suka berpakaian seksi. Orang bilang tipe ‘Bangkok’. Penampilannya
memang sempurna.
Wanita berkelas. Katanya ia kenal dengan orang-orang penting dikota ini. Pejabat pemerintah,
konglomerat sampai ke jenderal-jenderal dikenalnya dengan baik.
Aku tak tahu bagaimana ia bisa menjalin hubungan dengan mereka. Tapi yang pasti, kalau melihat
penampilannya yang serba ‘wah’, aku percaya dengan pengakuannya itu. Siapa yang tak suka berhubungan
dengan Mbak Siska yang cantik dan seksi itu.
Aku sering berhubungan dengannya dan banyak meminta nasihat, saran berkaitan dengan bisnis di kota ini
yang penuh dengan persaingan ketat. Aku pun mau tak mau harus bisa mengimbangi gaya hidupnya yang
serba aktif, termasuk mengunjungi tempat-tempat hiburan atau lebih dikenal dengan istilah ‘Dugem’.
Sore tadi aku ditelepon Mbak Siska untuk bertemu di sebuah café yang kebetulan tak begitu jauh dari
tempat tinggalku. Katanya aku akan dikenalkan dengan seorang pengusaha besar. Mbak Siska berjanji akan
mengikutsertakan diriku untuk sama-sama mengerjakan proyek besar dari pengusaha ini.
Di telepon dia wanti-wanti agar aku berdandan secantik mungkin, bahkan kalau bisa seseksi mungkin. Aku
tertawa saja mendengar permintaannya itu dan kukatakan ada-ada saja, masa bertemu dengan pengusaha
saja harus berpakaian seksi, kataku polos. Tetapi ketika berangkat aku berpakaian seksi juga pada
akhirnya.
Sebelum keluar pintu rumah, aku masih menyempatkan diri bercermin di depan kaca yang ada di ruang
tamu. Kuperhatikan dandananku agar tak membuat malu Mbak Siska nantinya. Aku cukup puas dengan
penampilanku.
Blouse warna hitam itu sangat cocok sekali dengan warna kulitku yang putih bersih. Melekat ketat
mencetak bentuk tubuhku sehingga memperlihatkan lekukan-lekukannya, terutama di bagian dada.
Payudaraku nampak membusung penuh di balik blouse ketat ini.
Bahkan kancing bagian atasnya sampai susah dimasukan ke dalam lubangnya saking ketatnya. Aku agak
jengah melihat tonjolan dadaku sendiri. Ke bawahnya kupadu dengan rok sebatas lutut. Aku sengaja
memakai rok ini supaya bentuk kakiku yang ramping dan betisku yang indah kelihatan cantik. Aku puas
dengan dandananku.
Setengah jam kemudian aku sudah berada di café itu. Aku celingukan mencari Mbak Siska di tengah
keramaian orang-orang yang berlalu lalang di sana. Agak gugup juga aku berada di sana, mungkin belum
terbiasa dengan kehidupan malam seperti ini meski telah beberapa kali mencobanya.
Selang beberapa menit, aku menemukannya di pojok ruangan café itu tengah duduk berdua dengan seorang
pria. Mbak Siska segera melambaikan tangannya padaku saat kumelangkah ke sana.
“Sini buruan,” panggilnya.
“Nah, kenalin ini teman saya. Cantik khan?” katanya kemudian seraya memperkenalkanku kepada pria di
sampingnya.
“Anna,” ucapku lirih malu-malu sambil menyodorkan tanganku menyambut uluran tangan pria itu.
“Aku Danang,” balasnya segera sambil tersenyum padaku.
Nampaknya pria ini sudah berumur namun penampilannya masih segar, penuh vitalitas, dan juga harum,
dengan wewangian yang terasa aroma maskulinitasnya. Orangnya masih gagah walau sudah berumur. Tubuhnya
pun tinggi, tegap, dan kekar.
Aku dapat merasakannya dari genggaman tangannya yang kuat, dan pemandangan samar bukit dadanya dari
balik kemeja yang dipakainya. Telapak tangannya yang besar menggenggam habis tanganku yang mungil.
Orangnya ramah, berkharisma, dan menarik. Kuperhatikan wajahnya yang cukup tampan itu. Kekagumanku pun
semakin bertambah. Penampilannya benar-benar ‘dandy’. Pakaiannya kelihatan mahal. Cukup meyakinkan
menjadi pengusaha besar.
“Silakan duduk,” ucapnya sopan.
Tempat duduk itu berbentuk setengah lingkaran merapat ke dinding dilengkapi meja di depannya. Tadinya
aku mau duduk paling ujung akan tetapi Mbak Siska menyuruhku bergeser lebih ke dalam agar ada tempat
duduk baginya. Sementara dari ujung sana, Mas Danang, demikian aku memanggilnya karena kulihat ia
sudah berumur, bergeser masuk untuk duduk sehingga praktis aku berada di antara mereka berdua.
Aku lirik Mbak Siska sebagai tanda protes karena posisiku yang terjepit tak ada jalan keluar. Lucunya,
ia malah mengedipkan mata entah apa maksudnya. Sedangkan dari sisi lain, Mas Danang terus merapat
padaku sehingga kurasakan bahu kami saling bersentuhan.
Aku jadi kebingungan oleh keadaan ini. Lagi-lagi Mbak Siska mengedipkan matanya, kali ini sambil
berbisik
“santai aja,” katanya.
Kami mulai mengobrol ngalor ngidul. Tanya ini dan itu diselingi canda gurau antara Mas Danang dengan
Mbak Siska yang agak berbau porno. Kelihatannya mereka sudah akrab betul. Bahkan sekali-sekali Mbak
Siska mencubit lengan Mas Danang sambil tertawa manja, bahkan genit.
Sementara aku yang berada di antara mereka hanya bisa tersenyum serba salah mengikuti canda mereka
yang semakin lama semakin seru. Karena berada di tengah mereka jadi sudah pasti aku terkena sentuhan
mereka saat saling cubit. Bahkan tangan Mas Danang sempat nyerempet buah dadaku yang menonjol terlalu
ke depan saat ia mencubit tangan Mbak Siska.
Dengan refleks, aku memundurkan tubuhku. Mereka nampaknya tidak memperhatikan itu. Sepertinya aku ini
tidak ada. Sebenarnya aku mulai tak nyaman dengan keadaan ini, kalau saja Mas Danang kemudian tidak
mengajakku turut dalam obrolan mereka.
Ia memang tipe pria yang romantis melihat dari tutur katanya. Tenang, kalem, penuh canda diselingi
pujian yang terdengar tidak gombal. Bahkan membuat wanita merasa tersanjung. Obrolan kami semakin seru
saja, apalagi setelah minuman pesanan kami tiba.
Aku ikut-ikutan meneguk minuman seperti mereka, meski sebenarnya tak tahu jenis apa minuman itu, yang
pasti terasa panas di tenggorakan. Aku tak ingin disebut kampungan. Aku tak mau dibilang ‘norak’.
Kemudian kami mulai berbicara serius.
Membicarakan bisnis kami. Mas Danang semakin merapat, bahkan wajahnya menjulur persis di depanku saat
bicara pada Mbak Siska. Tercium aroma after shave nya. Aroma rempah-rempah. Aroma khas laki-laki
jantan! Ehm.., aku mulai ngaco.
“Aku setuju saja dengan usulan Mbak Siska. Tapi engh.., gimana dengan Mbak Anna sendiri? Apa dia
setuju dengan usulan saya?” demikian kata Mas Danang seraya mengerling genit padaku.
Kurasakan duduknya semakin mepet padaku. Aku tak mengerti maksud perkataan itu. Aku segera menoleh ke
arah Mbak Siska seakan minta pertolongan apa yang harus kukatakan. Mbak Siska langsung berbisik padaku
bahwa ia setuju dengan penawaran harga atas proyek bernilai ratusan milyar itu asal aku dan Mbak Siska
mau bersenang-senang dengannya.
“Maksud Mbak?” bisikku semakin bingung.
Ia tak menjawab bahkan ia langsung mengiyakan pada Mas Danang tanpa meminta pendapatku dahulu. Kulihat
Mas Danang langsung tersenyum senang mendengar jawaban itu.
“Nah itu baru rekan bisnis yang jempolan,” katanya seraya menjawil daguku dengan gemas.
“Ayo kita rayakan kerjasama ini,” belum sempat aku protes apa yang mereka sepakati, tiba-tiba Mbak
Siska langsung meraih gelas dan mengacungkannya ke atas meja disambut oleh acungan gelas Mas Danang.
Mereka melirik padaku. Menunggu reaksiku. Aku sepertinya telah terjebak. Tak ada lagi yang bisa
kupebuat kecuali mengikuti ajakan mereka.
Kami sama-sama meneguk minuman dalam gelas sampai habis. Minuman itu langsung kutelan. Terasa panas di
tenggorokan. Bahkan tubuhku mulai terasa hangat. Kepalaku terasa agak melayang. Apa aku ini sudah
mabok?
Mereka terlihat gembira sekali sambil bernyanyi-nyanyi mengikuti lagu yang dimainkan oleh sebuah grup
musik di panggung café. Minuman dalam gelasku sudah terisi penuh kembali. Baik Mas Danang maupun Mbak
Siska memintaku untuk menghabiskannya.
Kuturuti permintaan mereka. Aku pun ingin bersenang-senang seperti mereka mengikuti suasana hingar
bingar musik. Kulihat penyanyi wanita di panggung meliuk-liukan tubuhnya dengan gerakan erotis
mengikuti irama musik padang pasir yang dimainkan grup musik.
Persis seperti penari ular. Suasana semakin heboh. Pengunjung lain, pria, wanita mulai ikut-ikutan
berjoget. Ada yang berpelukan, bahkan berciuman. Mereka tak malu melakukan itu di depan umum.
Suasana ini melanda di meja tempat kami. Mbak Siska tanpa diduga menyodorkan wajahnya persis didepan
mukaku dan disambut oleh Mas Danang dengan ciuman di bibirnya. Aku terpana melihat aksi mereka di
depanku.
Mereka asyik berciuman. Saling mengulum. Seolah aku tak hadir di depannya. Sungguh gila kehidupan di
kota ini. Aku tak menyangka akan sejauh ini. Begitu bebas. Ciuman mereka nampaknya semakin memanas.
Pandanganku semakin kabur. Mungkin minuman yang kuteguk tadi mulai mempengaruhiku. Tubuhku terasa
kelu. Dan entah kenapa pemandangan di depanku membuat diriku bergairah. Kulihat mereka asyik sekali
berciuman. Membuatku iri.
Entah bermimpi atau tidak, kurasakan sesuatu bergerak di bawah meja. Meraba-raba lututku dan merayap
perlahan, menelusup ke balik rokku, menggerayangi pahaku. Kutahu itu tangan Mas Danang. Aku tercekat.
Kurang ajar lelaki ini! kutukku dalam hati.
Pura-pura berciuman dengan wanita lain sementara tangannya menggerayang nakal di atas pahaku.
Kutepiskan tangan itu dari balik rokku. Mas Danang hanya mengerlingkan matanya padaku sementara
bibirnya tak pernah lepas dari bibir Mbak Siska. Gila semua! Pekikku dalam hati mengutuk perbuatan
mereka.
Kelihatannya Mbak Siska tahu apa yang dilakukan Mas Danang tehadapku. Ia tersenyum padaku sambil
menganggukan kepala. Entah apa maksudnya. Kemudian kurasakan kembali gerayangan di atas pahaku, namun
kali ini bukan hanya dari sisi kiriku tetapi juga dari sisi kanan tempat Mbak Siska.
Oh.. dunia ini semakin kacau! Masa Mbak Siska pun berselera kepadaku sesama perempuan? Aku sepertinya
terpesona oleh gerayangan tangan Mbak Siska yang begitu lembut dan mesra. Aku tak berani menepis
tangannya yang semakin naik menuju pangkal pahaku.
Mereka menghentikan ciumannya dan melirik bersama-sama kepadaku. Aku balas memandang tatapan mereka.
Kulihat kilatan bola mata mereka memancarkan gairah. Tiba-tiba saja, mereka mencium pipiku dari
kanan-kiri.
Aku berteriak memprotes perbuatan mereka. Teriakanku nampaknya tenggelam di tengah kegaduhan musik di
café itu. Tamu-tamu lain pun tak ada yang memperhatikan perbuatan kami. Mereka sibuk dengan
keasyikannya masing-masing.
Kurasakan gerayangan tangan mereka semakin nakal, terutama tangan Mbak Siska yang mulai menarik celana
dalamku. Aku tercekat dan tubuhku terlonjak. Saat itulah dengan mudahnya, Mbak Siska memelorotkan
celana dalamku hingga turun sampai ke lututku. Aku berteriak
“Mbak.. apa-apaan?!”
Mbak Siska tak berkomentar malah terus menciumi pipiku dan bergeser ke bibirku. Aku benar-benar
kelabakan dikeroyok mereka. Mas Danang tak tinggal diam. Bibirnya menciumi leherku dari samping kiri
sementara tangannya yang lain meraba-raba dadaku. Aku ingin menangis rasanya diperlakukan seperti ini
di muka umum.
Tetapi harus kuakui, mereka memang benar-benar lihai memperlakukanku. Penuh kelembutan. Tak ada
pemaksaan. Hanya aku saja yang tidak berani berontak. Tenagaku sepertinya hilang entah kemana.
Tubuhku terasa lunglai. Pengaruh minuman itu semakin terasa menguasai pikiran jernihku. Cumbuan hangat
mereka membuat tubuhku serasa terbakar. Aku mulai terbuai, terpesona oleh perasaanku sendiri. Apalagi
Mas Danang tak henti-hentinya membisikan rayuan dan pujian di telingaku.
“Kamu cantik sekali sayang.., tubuhmu benar-benar seksi.. sangat merangsang..” rayunya seraya mencopot
kancing blouseku untuk kemudian menelusupkan tangannya ke dalam.
Menggerayangi buah dadaku yang masih tertutup kutang. Diremasnya dengan lembut. Kurasakan jemari
tangannya mengelus-elus kulit bagian atas dadaku yang terbuka untuk kemudian menelusup ke balik
kutangku. Tanpa sadar aku melenguh.
Aku mulaui terbawa arus permainan mereka. Gairahku kembali muncul setelah cukup lama terpendam sejak
perselingkuhanku dengan Kang Hendi beberapa bulan yang lalu. Bergelora penuh gairah. Tubuhku
berdenyut-denyut oleh nafsu birahiku sendiri.
Darahku berdesir kencang, terlebih saat tangan Mbak Siska mengelus-elus bibir kemaluanku. Kurasakan
daerah itu mulai basah. Aku merasakan sesuatu yang lain dari sentuhan tangan Mbak Siska. Sepertinya ia
tahu persis titik-titik kenikmatan di daerah itu. Benar-benar indah, sampai-sampai aku tak sadar
mengerang lirih sambil memanggil namannya.
“Ya sayang..” jawabnya dengan lirih pula. Terdengar nafasnya mulai tersengal-sengal. Ia lalu berbisik
padaku untuk mencari tempat yang lebih leluasa dan kemudian disetujui oleh Mas Danang.
Aku sudah tak perduli mau dibawa kemana dan aku tak ingat bagaimana ia membawaku karena begitu mataku
terbuka aku sudah berada di atas ranjang empuk di dalam kamar yang dipenuhi oleh berbagai peralatan
mewah. Lampu yang bersinar temaram menolong pandangan mataku untuk melihat ke sekeliling.
Kulihat disamping ranjang Mas Danang tengah membantu Mbak Siska melepaskan pakaiannya. Dengan refleks,
aku melihat kepada diriku sendiri dan menarik nafas lega ketika kutahu pakaianku masih lengkap
menempel di tubuhku,
Hanya saja kancing blouseku sudah terlepas beberapa buah sementara rokku tersingkap memperlihatkan
kemulusan pahaku. Sedangkan kedua kakiku menekuk sebatas lutut sehingga dari arah mereka dapat
terlihat bagian dalam ujung pangkal pahaku yang masih tertutup celana dalam.
Aku menonton adegan mereka. Pakaian Mbak Siska sudah terlepas semuanya. Dalam hati aku mengagumi
keindahan tubuhnya yang sudah telanjang bulat itu. Buah dadanya tak sebear milikku tapi memiliki
bentuk yang indah dan nampak lebih membusung karena tubuhnya lebih kecil dibandingkan diriku.
Pinggulnya membentuk lekukan sempurna diimbangi oleh buah pantatnya yang bulat penuh. Perutnya rata.
Selangkangannya dipenuhi oleh rambut hitam legam yang begitu rimbun. Sangat kontras dengan warna
kulitnya yang putih bersih. Aku merasakan keanehan dalam getaran tubuhku saat memandang tubuh Mbak
Siska.
Jantungku berdegub semakin kencang melihat aksi Mbak Siska mencium Mas Danang dengan penuh gairah.
Kedua tangannya bergerak cekatan mempreteli baju dan celana Mas Danang. Tontonan ini semakin
mendebarkan.
Gairahku terpancing melihat tubuh Mas Danang yang masih oke walau sudah tua. Kemaluanku semakin
berdenyut-denyut melihat tangan Mbak Siska menelusup ke balik celana Mas Danang sambil memperlihatkan
ekspresi kaget di wajahnya.
Aku semakin penasaran oleh apa yang telah ditemukannya. Ia melirik padaku yang tergolek di ranjang
sambil memperlihatkan ekspresi wajah penuh kekaguman. Tanpa sadar, aku bangkit untuk melihatnya.
Aku jadi penasaran melihat Mbak Siska seperti sengaja menyembunyikannya dari pandanganku. Aku baru
terpekik kaget begitu Mbak Siska sambil menyeringai senang mengeluarkan sesuatu dari balik celana Mas
Danang dalam genggaman kedua tangannya.
Dari balik celana Mas Danang keluar batang kemaluannya yang sudah kencang dengan ukuran yang luar
biasa. Panjang dan besar! Padahal kedua tangan Mbak Siska sudah menggengamnya penuh tapi masih
terlihat sisa beberapa senti di atasnya.
Panjang sekali! Mbak Siska tersenyum senang seperti anak kecil mendapatkan mainan. Mengocoknya naik
turun sambil melambai-lambaikan batang itu ke arahku. Seolah ingin memperlihatkan kepadaku betapa
senangnya ia mendapatkan batang kont0l sebesar itu.
Aku hanya bisa menelan ludah sendiri menyaksikan semua itu. Sementara kulihat Mas Danang mengerling
padaku sambil tersenyum bangga dengan apa yang dimilikinya. Aku balas tatapan itu dengan menjilati
bibir dengan lidahku.
Kuingin ia tahu betapa besarnya keinginanku untuk menjilatinya. Kulihat bola matanya berbinar melihat
aksi genitku yang membuatnya bergairah. Kelihatannya ia ingin segera meloncat ke atas ranjang tempatku
berbaring dengan posisi yang menggairahkan.
Tetapi Mbak Siska menahannya di sana. Wanita itu langsung berjongkok di hadapan Mas Danang dan
menjilati batang itu dengan penuh nafsu. Kepala Mas Danang menoleh ke belakang sambil mengerang
kenikmatan merasakan jilatan lihai lidah Mbak Siska di sekujur batangnya.
Dari bawah naik ke atas, mengulum-ngulum kepalanya untuk kemudian turun kembali ke bawah menjilati
buah pelernya. Kepalaku terasa pening melihat aksi Mbak Siska.
Nafsuku mulai terasa di ubun-ubun. Aku diam di ranjang melihat permainan mereka sambil meremas-remas
dadaku sendiri. Aksiku menarik perhatian Mas Danang. Tangannya mencoba menggapai ke arahku namun tak
sampai.
Aku sengaja membusungkan dadaku memndekati ujung tangannya yang hanya tinggal beberapa senti lagi.
Jemarinya mencoba meraih tetapi tetap tak sampai. Aku tersenyum menggoda. Aku ingin Mas Danang
terangsang oleh godaanku. Jemariku mencopot kancing blouse satu per satu sambil menatap penuh gairah
kepadanya.
“Ooohh.. luar biasa.. ngghh..” erangnya merasakan kenikmatan dan rangsangan yang diberikan oleh dua
orang perempuan cantik nan seksi sekaligus.
Mbak Siska semakin semangat dengan aksinya. Mulutnya sudah penuh dengan batang kont0l Mas Danang.
Dihisap-hisap. Dikulum-kulum dengan penuh kenikmatan. Aku iri melihatnya. Aku lalu bangkit dari
ranjang dan menghampiri mereka.
Kupeluk tubuh Mas Danang dari belakang. Menciumi bahu dan punggungnya yang kokoh, sementara kedua
tanganku menggapai ke atas dadanya yang berotot. Aku bisa merasakan dadanya yang dipenuhi bulu-bulu
halus.
Spontan saja aku langsung mengelus-elusnya. Kemudian tanganku bergerak merambahi lengan Mas Rudi.
Lengan itu terasa begitu kencang, dengan otot-ototnya yang bersembulan. Kuelus dan kumainkan bisepnya
yang tebal dan padat itu.
Wajah Mas Danang menoleh ke samping mencari-cari bibirku untuk dikulum. Aku sengaja menghindar.
Menggodanya. Ia semakin terangsang. Kubiarkan saja seperti itu. Tanganku pun merayap ke arah perutnya.
Meski sudah berumur tetapi perutnya tidak buncit, sama dengan bagian tubuhnya yang lain, tampak kokoh
dengan otot-ototnya yang keras dan pejal. Ia nampaknya rajin berolah raga sehingga masih memiliki
tubuh seperti model pria di majalah kebugaran.
Kurasakan perutnya bergetar hebat mengikuti rayapan nakal jemariku. Kupermainkan bulu-bulu lebat di
seputar selangkangannya. Aku sengaja tidak meraba batang kont0lnya yang tengah dikulum Mbak Siska
meski kutahu pasti ia sangat menginginkan sentuhan tanganku pada batangnya.
Kudengar ia melenguh memanggil namaku. Ia rupanya tersiksa oleh godaanku. Aku tersenyum penuh
kemenangan. Entah kenapa dalam lubuk hatiku, aku ingin memberinya lebih dari apa yang diberikan Mbak
Siska pada Mas Danang saat itu. Inilah mungkin persaingan di antara wanita yang tak pernah disadari
oleh kaumku.
Aku lalu berpindah ke depan mereka diiringi tatapan Mas Danang yang begitu penasaran dengan apa yang
akan kulakukan. Aku ikut berjongkok di belakang Mbak Siska. Kupeluk wanita itu dari belakang. Mbak
Siska menoleh sebentar untuk kemudian meneruskan kulumannya.
Kudengar ia merintih saat tanganku memeluk buah dadanya. Kuremas dengan lembut sambil memilin
putingnya yang sudah mengacung keras. Aksiku tak pernah luput dari pandangan Mas Danang. Kuciumi
punggung Mbak Siska.
Sekali-sekali kugigit perlahan. Ia mengaduh. Tapi nampaknya tidak merasa kesakitan malah sebaliknya.
Ia terangsang karena kurasakan putingnya semakin mengeras.
Tanganku merayap lebih jauh. Turun ke bawah menelusuri permukaan perutnya. Lalu mengelus-elus bulu
kemaluannya. Jemariku segera menelusuri garis bibir kemaluannya. Mbak Siska melenguh merasakan
permainan jemariku.
Ia sudah basah. Jemariku merasakan daerah itu sudah sangat licin sehingga dengan mudah telunjuk jariku
melesak ke dalam liangnya. Kutekan perlahan. Jemariku bergerak keluar masuk untuk kemudian menusuk
lebih dalam.
Pinggul Mbak Siska bergoyang seperti gerakan bersenggama mengimbangi tusukan jariku. Kugeser-geser
dadaku ke atas punggungnya. Buah dadaku terasa semakin membusung oleh desakan nafsu birahi.
Meski masih terhalang oleh pakaian, namun terasa hingga ke hatiku. Aku ikut-ikutan melenguh menimpali
erangan Mbak Siska yang tengah disetubuhi oleh jariku. Kupermainkan kelentitnya. Aku tahu persis
kelemahannya, tahu mana titik-titik yang bisa membuatnya mem3kik penuh kenikmatan. Sama persis seperti
yang ada di tubuhku. Karena kami sama-sama wanita.
Mas Danang terperangah dengan aksi kami berdua di bawah. Pemandangan dihadapannya semakin membuat Mas
Danang terangsang hebat. Mungkin baru kali ini ia bercinta dengan dua wanita sekaligus dan tak pernah
membayangkan akan demikian dahsyat rangsangan yang dirasakannya.
“Oh.. kalian berdua sungguh luar biasa..” katanya dengan suara tersengal.
“Ayolah kita pindah ke ranjang. Aku sudah tak kuat lagi.. ngghh..” pintanya kemudian.
Kami lalu berpindah ke ranjang. Mas Danang mengambil posisi telentang, sementara aku berbaring di
sampingnya sambil berciuman dengannya. Mbak Siska rupanya belum mau melepaskan kuluman pada kont0lnya.
Ia masih asyik mengemot-emot batang itu.
Kedua tangannya tak pernah berhenti mengocok. Luar biasa pertahanan Mas Danang. Ia belum
memperlihatkan tanda-tanda akan mencapai puncaknya. Padahal Mbak Siska sudah mengeluarkan semua
kemampuannya menghisap kont0l itu. Ia penasaran sekali.
Aku dan Mas Danang kembali berciuman. Kurasakan tangan kekarnya bergerak lincah mempreteli kancing
blouseku hingga terlepas. Ia lalu meraih kaitan kutang di punggungku dan melepaskannya. Mas Danang
melenguh penuh kekaguman begitu kedua buah dadaku yang membusung penuh tumpah dari kutangku. Kedua
tangannya segera menangkap buah dadaku.
Meremas-remas seraya berkata betapa kenyal dan montoknya buah dadaku. Ia tak berhnti memuji-muji
kecantikan tubuhku. Bibir langsung berpindah ke atas payudaraku. Menciumi keduanya dan menjilat-jilat
putingku. Aku meringis keenakan menghadapi lumatan pada putingku. Tangannya meraih tanganku untuk
dibimbing ke arah kont0lnya.
Mbak Siska lalu melepaskan kulumannya dan membiarkan aku menggenggam kont0lnya. Ia bangkit dan
mengambil posisi jongkok mengangkangi Mas Danang. Liang mem3knya persis di atas kont0l yang tengah
kupegang. Kuacungkan persis menempel di mulut liangnya. Aku melirik ke arah Mbak Siska dan memberi
tanda supaya menurunkan tubuhnya. Mbak Siska melenguh panjang saat ujung kepalanya menerobos masuk
bibir kemaluannya.
“Oohh.. gedee.. bangeett.. uugghh.. enaakkhh..!” rintih Mbak Siska penuh kenikmatan.
Kulihat batang yang lebih besar dari pergelangan tanganku itu melesak ke dalam liang Mbak Siska yang
sempit. Batang itu baru masuk setengahnya. Mbak Siska sudah kelihatan gelagapan. Kelihatannya tak akan
muat.
Mbak Siska menggoyang-goyang pantatnya sambil bergerak turun naik. Sedikit demi sedikit gerakan itu
membantu batang Mas Danang masuk lebih dalam lagi. Mbak Siska baru menjerit lega setelah merasakan
batang itu masuk seluruhnya.
Dia tampak puas bisa membenamkan seluruhnya. Setelah itu ia beergerak naik turun. Telihat lambat
sekali. Ketika naik rasanya tidak sampai-sampai ke ujungnya. Begitu pula saat turun. Terasa lama
sekali baru mentok hingga ke dasarnya.
Aku terpesona melihatnya sambil berpikir apakah liangku mampu menerimanya. Aku tak bisa berpikir lama
karena tangan Mas Danang bergerak semakin nakal. Rokku telah dipelorotkannya sekaligus dengan celana
dalamku.
Aku kini sudah telanjang bulat seperti mereka berdua. Kurasakan jemari besar dan lembut Mas Danang
menusuk-nusuk liang mem3kku. Mulutnya tak pernah berhenti mengemoti puting susuku. Kenikmatan di dua
tempat ini benar-benar luar biasa.
Rangsangan dahsyat menyebar ke sekujur tubuhku. Cairan pelumas dari liang mem3kku semakin membanjir
sehingga memperlancar laju keluar masuk tusukan jari Mas Danang. Menyentuh seluruh relung vaginaku.
Kelentitku dipermainkan sedemikian rupa. Tubuhku terlonjak-lonjak saking keenakan. Pinggulku
bergoyang, berputar dan bergerak maju mundur mengikuti irama tusukannya.
“Ganti posisi Mbak..” kata Mas Danang tiba-tiba.
Ia bangkit sembari menurunkan tubuh Mbak Siska yang tengah asyik menungganginya.
Kulihat Mbak Siska sepertinya tahu apa keinginan Mas Danang. Ia langsung mengambil posisi merangkak di
atas ranjang, bertumpu pada kedua lututnya yang ditekuk sementara pantatnya menungging ke atas.
Mas Danang mengambil posisi di belakangnya. Ia tekan punggung Mbak Siska sehingga wajahnya menyentuh
ranjang. Pantatnya yang bulat penuh itu semakin menungging. Mas Danang bergumam tak jelas sambil
menatap penuh nafsu liang mem3k Mbak Siska yang sudah menganga lebar dari bagian belakangnya.
Mas Danang memegangi kont0lnya dan diarahkan ke liang itu. Tubuhnya segera didorong ke depan. Mbak
Siska melenguh seperti sapi yang sedang diperah. Mulutnya menganga sambil mengaduh karena merasakan
liangnya dijejali benda keras, panjang dan besar milik Mas Danang.
Aku iri melihat kenikmatan yang diperolehnya. Aku diam tak bergerak menyaksikan persetubuhan mereka.
Nafsuku semakin memuncak. Kedua tanganku dengan refleks meremas buah dadaku sendiri. Mas Danang
melihat perbuatanku. Ia menyuruhku untuk bergabung. Mbak Siska segera menarik tubuhku hingga telentang
persis di bawahnya.
Kedua kakiku dibukanya lebar-lebar kemudian wajah Mbak Siska mendekati pangkal pahaku. Aku berdebar
menantikannya. Kemudian kurasakan jilatan lidahnya di bibir kemaluanku. Tubuhku bergetar hebat. Luar
biasa! Baru kali ini aku merasakan lidah perempuan menjilati mem3kku.
Tubuhku meggeliat-geliat antara geli dan nikmat. Mbak Siska memang luar biasa. Ia lihai sekali
memberikan rangsangan padaku. Lidahnya menjilat-jilat kelentitku.
Pantatku terangkat tinggi-tinggi begitu kurasakan desakan hebat dari dalam tubuhku. Begitu kencang dan
kuat hingga aku tak dapat menahannya. Aku menjerit lirih sambil menggigit bibirku sendiri.
Semburan demi semburan memancar dari liang mem3kku. Aku mencapai puncak kenikmatan hanya dalam
beberapa kali jilatan saja. Kulihat ke bawah wajah Mbak Siska semakin terbenam di antara
selangkanganku. Mulutnya mengecup-ngecup cairan yang meleleh dari liangku. Menghirupnya dalam-dalam.
Ia dengan penuh gairah membersihkan ceceran cairanku di sekitar kemaluanku.
“Oohh.. Mbak Siskai.. ngghh.. mmppffhh..” rintihku sambil menjambak rambutnya dan menekan kepalanya ke
dalam selangkanganku.
Sementara di belakang sana, Mas Danang dengan gagahnya menghujamkan senjata terus menerus. Pinggulnya
meliuk-liuk dan bergerak maju mundur dengan kecepatan penuh. Mbak Siska sampai kelabakan mengimbangi
keperkasaan pria tua yang jantan itu.
Selang beberapa detik kemudian Mbak Siska melenguh panjang. Tubuhnya berkelojotan. Nampaknya ia pun
sudah mencapai puncak kenikmatannya sendiri. Tubuhnya langsung lunglai dan terjatuh di sampingku. Aku
segera menghujaninya dengan ciuman.
Bibirnya kukulum. Buah dadanya kuremas-remas. Lenguhannya bertambah keras bahkan setengah menjerit. Ia
balas memeluk tubuhku. Mengerayangi buah dadaku. Memilin-milin putingku.
Aku merasakan gairahku muncul kembali. Kami bergumul dengan panasnya. Aku melirik ke arah Mas Danang
yang terpana menyaksikan aksi kami. Batang kont0lnya nampak masih keras, mengacung dengan gagahnya.
Aku biarkan dia menonton kami. Perhatianku tersita semuanya oleh cumbuan Mbak Siska. Tubuhku menyambut
hangat kecupan panasnya. Aku sudah tidak lagi memperhatikan Mas Danang.
Aku tak pernah menyangka bahwa Mbak Siska memiliki kecenderungan untuk bercinta dengan sesama
perempuan pula selain dengan lelaki. Bi-sex, kata orang. Aku pun sebenarnya tak pernah berpikir akan
bercinta dengan sesama perempuan dan tak pernah membayangkan akan kenikmatannya.
Ternyata rasanya memang lain dari pada yang lain. Aku tak kalah hangatnya menyambut cumbuan Mbak
Siska. Dadaku seakan mau meledak oleh rangsangan hebat yang bergolak dalam tubuhku. Bibir Mbak Siska
terus-terusan menghisap puting susuku. Aku menggeliat-geliat saking enaknya.
Kenikmatanku semakin betambah saat kurasakan bibir kemaluanku digesek-gesek oleh moncong kepala kont0l
Mas Danang yang mulai ikut bergabung dengan kami. Ya ampun! Aku berteriak dalan hati saking keenakan.
Mana pernah kualami kenikmatan luar biasa seperti yang sedang kurasakan saat ini.
“Auuww!” aku merintih saat merasakan kont0l Mas Danang menyeruak di antara bibir kemaluanku yang masih
rapat.
Rasanya membuatku tersedak dijejali kont0l sebesar itu. Kubuka kedua kakiku lebar-lebar untuk
memberikan jalan padanya. Pinggulku berkutat agar kont0l itu masuk seluruhnya.
Aku bisa menarik nafas lega melihat Mas Danang mulai lancar menggoyang pantatnya. Ruang vaginaku
terasa penuh. Gesekan urat-urat batang Mas Danang sampai terasa ke ulu hati. Ujung kepalanya
menyodok-nyodok bagian terdalam vaginaku.
Aku sampai kehabisan nafas mengimbangi goyangan Mas Danang. Ia benar-benar perkasa. Aku takluk
padanya. Tubuhku serasa dipanggang oleh kont0l panjangnya. Otot-otot vaginaku kukedut-kedut. Mas
Danang mengerang merasakan kenikmatan kedutanku menghisap-hisap kont0lnya. Baru tahu rasa sekarang,
ujarku dalam hati. Akan kubikin KO dia, ancamku dalam hati dengan gemas.
Kuingin ia segera menyemprotkan air maninya dalam vaginaku. Kuingin merasakan kekuatan semprotannya.
Kuingin ia tumbang dalam pelukannku. Aku bergoyang sekuat tenaga. Kupelintir batang kont0lnya dalam
mem3kku.
Kulihat Mas Danang megap-megap. Aku semakin bersemangat. Pinggulku berputar seperti gasing. Meliuk-
liuk liar. Kurasakan tubuhnya mulai berkelojotan. Aku sudah tak memperhatikan Mbak Siska yang sibuk
mencumbui tubuhku. Aku lebih berkonsentrasi untuk membuat Mas Danang mencapai orgasme secepatnya.
Upayaku belum juga memperlihatkan hasil. Mas Danang nampak masih perkasa menggenjotku. Belum terlihat
tanda-tanda ia akan orgasme. Aku semakin frustrasi melihatnya, karena lama kelamaan aku sendiri yang
kewalahan.
Aku sudah merasakan desiran kuat dalam tubuhku. Aku panik oleh gejolakku sendiri. Kucoba bertahan
sekuat mungkin, tetapi batang kont0l Mas Danang masih terus menusuk-nusuk dengan cepatnya.
Gesekan kulit batangnya yang keras dan gerinjal urat-uratnya pada kelentitku, membuat pertahananku
jebol paad akhirnya. Aku berteriak sekuat tenaga saat aliran deras menyembur dari dalam diriku. Aku
menyerah, pasrah dan membiarkan otot-ototku melemas, melepaskan orgasmeku yang meledak-ledak.
“Masukiinn.. semuaannyaa..!” Jeritku seraya menarik pantat Mas Danang ke dalam selangkanganku sehingga
kont0lnya melesak masuk seluruhnya.
Kurasakan semburan demi semburan memancar dari dalam liangku. Sementara Mbak Siska mengelus-elus
wajahku seolah sedang menenangkan diriku yang tengah menghadapi amukan kobaran api birahi.
Aku baru bisa mengambil nafas lega beberapa menit kemudian. Tulang-tulangku serasa pada copot. Aku
terkulai lemas. Tenagaku terkuras habis dalam pertempuran tadi.
Mas Danang lalu mencabut batangnya dari liangku. Ia nampak masih perkasa, mengacung gagah. Kepalanya
mengkilat karena cairan milikku. Mbak Siska menoleh ke arahnya, kemudian kepadaku sepertinya meminta
bantuanku untuk ‘mengeroyok’ lelaki yang telah membuat kami berdua luluh lantak.
Aku mengangguk dan segera bangkit menghampiri Mas Danang. Kutarik tubuh atletisnya yang sudah licin
karena keringatnya, supaya berbaring telentang di ranjang. Bibirku langsung menyerbu daerah
selangkangannya.
Aku sudah tak sabar ingin melumat batang kont0lnya. Kuselomoti dengan rakus hingga terdengar suara
kecipakan air liurku. Sementara Mbak Siska memulai cumbuannya di bagian dadanya. Menjilati puting
susunya yang besar. Menyusur terus ke bawah dan bergabung denganku menggumuli batangnya.
“Ouuhh.. sedaapp..” Pekik Mas Danang melihat dua perempuan cantik saling berebut menciumi kont0lnya.
Mbak Siska kebagian ujung kepalanya, sementara aku menjilati batang dan buah pelernya. Kami berdua
saling berlomba memberikan kenikmatan kepada Mas Danang. Kami kemudian bergiliran. Aku bagian atas,
Mbak Siska bagian bawah.
Seterusnya bergantian sampai beberapa menit lamanya. Ketika kami merasakan Mas Danang menggelinjang
dan mengerang seperti menahan sesuatu, secara berbarengan mulut kami menciumi moncong kont0lnya dari
samping. Kedua tangan kami mengocok batangnya
“Ouuhh.. saa.. yaa.. ke.. ke.. kelu..” belum sempat ucapannya berakhir, nampak cairan kental dan
hangat menyemprot keras dari moncongnya.
Tubuhnya menghentak-hentak seiring dengan semburan air maninya yang tak henti-henti muncrat. Wajah
kami belepotan disirami air maninya yang keluar begitu banyak. Mbak Siska menghisap terus dengan
rakusnya. Lidahnya menjilat-jilat sampai bersih batang itu dari ceceran air maninya. Sedangkan aku
mengocoknya seakan mau memeras kont0l itu hingga habis cairannya.
Setelah membersihkan cipratan air mani di wajah, lalu kami menjatuhkan diri di kiri dan kanan tubuh
Mas Danang sambil memeluknya. Kami benar-benar kecapaian. Mata terasa berat karena kantuk. Samar-samar
kudengar Mas Danang berkata,
“Kalian memang luar biasa. Saya benar-benar puas bersama kalian..”
Kami tak tahu apa lagi yang dibicarakannya karena sudah terbang melayang dalam mimpi indah. Senyum
kepuasan tersungging dari bibirku dan Mbak Siska. Pengalaman yang sungguh tiada duanya….-
Terimakasih Atas Kunjungan Anda.Jangan Lupa Selalu Berkunjung Kembali
supaya tidak ketinggalan Cerita cerita Dewasa Terbaru.
Jika Kamu Menyukai Postingan Ini, Share Ke Teman-Temanmu Di Facebook ya Pulsker!
CERITA SEX DEWASA | CERITA SEX TERBARU | CERITA SEX HOT | NONTON BOKEP
Cerita Sex Terbaru Mbak siska
Reviewed by Layar Lendir
on
Januari 06, 2018
Rating:
Tidak ada komentar: